Pemko Pekanbaru
Super Hub Pemko Pekanbaru

Waspada Bencana Hidrometeorologi

Tiap Tahun Kebanjiran, Seribuan Warga Inuman Kuansing Pilih Berdamai dengan Alam

Setiap tahun, sejumlah desa di kecamatan Inuman, Kuansing menjadi langganan luapan Sungai Kuantan.

Penulis: Guruh Budi Wibowo | Editor: M Iqbal
Istimewa
BANJIR DI KUANSING - Warga Kecamatan Inuman, Kuansing menggunakan sampan untuk bepergian ketika dilanda banjir, Sabtu (1/3/2025). 

Ringkasan Berita:
  • Sejumlah desa di Kecamatan Inuman, Kuansing setiap tahun kerap dilanda banjir.
  • Warga Inuman memilih tetap bertahan setiap banjir dan malah telah menyiapkan cara untuk mengatasi ketika banjir muncul.
  • Daerah yang rawan banjir bandang adalah Desa Mudik Ulo dan Desa Inuman Kecamatan Hulu Kuantan.

 

TRIBUNPEKANBARU.COM, KUANSING — Ketika bencana hidrometeorologi menjadi ancaman nasional, warga di Kecamatan Inuman, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), justru memilih bertahan dan berdamai dengan alam.

Kawasan yang dikelilingi Sungai Kuantan dan sejumlah anak sungai ini sudah akrab dengan banjir tahunan.

Bagi masyarakat Inuman, banjir bukan lagi hal baru. Setiap tahun, sejumlah desa di kecamatan itu menjadi langganan luapan Sungai Kuantan yang menggenangi rumah, fasilitas umum hingga lahan pertanian.

Alih-alih panik atau pindah, warga justru telah menyiapkan cara bertahan. Mereka membuat lantai darurat dari papan di dalam rumah dengan ketinggian hingga dua meter,  menyusun barang-barang penting di atasnya dan menggunakan sampan untuk aktivitas harian.

“Tidak ada cara lain. Ini tanah kami, kampung kami. Kami sudah terbiasa hidup dengan banjir,” ujar Yuliandi, warga Desa Pulau Sipan, Kecamatan Inuman, Rabu (19/11/2025).

Pemerintah kecamatan mencatat ada ratusan kepala keluarga yang terdampak setiap musim banjir. Namun sejauh ini, sebagian besar warga tetap memilih menetap.

Mereka sadar, tinggal di daerah bantaran sungai membawa risiko. Tapi bagi warga Inuman, hidup berdampingan dengan alam, meski kadang datang membawa bencana adalah bagian dari kenyataan yang harus diterima.

Namun bagi Yuliandi, banjir tahun ini adalah banjir penuh ujian. Bagaimana tidak, banjir datang bertepatan 1 Ramadhan lalu.

Saat umat Islam menyambut 1 Ramadhan dengan suka cita, ia dan ratusan warga lain justru sibuk menyelamatkan barang-barang dari luapan Sungai Kuantan yang tiba-tiba naik.

"Tahun ini banjir terparah selama saya hidup. Dan datangnya pas hari pertama puasa. Banjir mencapai sepinggang,” ujar Yuliandi, mengenang saat-saat mereka harus sahur dan berbuka di tengah genangan air.

Perubahan cuaca yang ekstrem membuat warga tak lagi bisa memprediksi kapan bencana tahunan ini akan datang. Di Desa Pulau Sipan saja, ada 276 KK terdampak banjir.

Pemkab Kuansing pernah mewacanakan relokasi karena desa itu menjadi langganan banjir. Namun ia enggan meninggalkan kampung halaman yang sudah mereka tempati turun-temurun.

“Rumah ini dibangun di atas tanah warisan. Susah untuk pindah. Kami lebih memilih bertahan,” kata Yuliandi.

Sebagai bentuk kesiapsiagaan, Yuliandi dan warga lainnya menyiapkan papan-papan kayu yang disusun menjadi lantai darurat. Di atasnya, mereka menaruh barang berharga, motor, kasur, bahkan makanan. Di sanalah mereka tidur, sahur, dan berbuka.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved